Dua minggu awal bekerja dari jauh ialah kebahagiaan professional untuk Yesiska Putri, seorang supervisor project berumur 24 tahun dalam suatu perusahaan tehnologi digital di Jakarta.
Lepas dari kekuatiran yang berkembang atas wabah virus corona baru, teamnya sudah menuntaskan tiap pekerjaan dari tempat tinggal, nampaknya diperbedayakan oleh kebebasan dari ruangan kantor konservatif.
“Kami telah bekerja dari tempat tinggal sepanjang nyaris empat minggu sekarang ini. Aku berasa benar-benar percaya diri sepanjang set pertama karena keproduktifan antara anggota team aku nampaknya bertambah,” ucapnya ke The Jakarta Post, Selasa.
Apa yang diawali sebagai keadaan kerja yang bagus, bagaimana juga, dengan bertahap beralih menjadi rutinitas yang nampaknya tidak terhindar. Sesudah bekerja dalam kurungan tempat tinggalnya sepanjang dua minggu, kekhawatiran mulai ada.
“Sesudah dua minggu, aku jadi kuatir dan jemu. Aku berasa kurang tambah energi dari umumnya karena aku selalu terkurung di tempat tinggal,” ucapnya, menambah jika bekerja selama saat karantina sendiri mulai berpengaruh pada kesehatan fisiknya.
Untuk Jessica Khairunnisa, bekerja dari tempat tinggal lebih membuat depresi dibanding menuntaskan tugas di kantor. Wanita 24 tahun yang bekerja untuk sebuah perusahaan telekomunikasi di Jakarta ini menulis jika komunikasi setiap hari dengan kawan-kawan dan atasannya sudah jadi perjuangan terus-terusan karena tugas bergerak bisa lebih cepat karena jalur kerja yang diganti.
“Beban kerja aku bertambah semenjak aku mulai bekerja dari tempat tinggal. Semua sesuatunya diprediksi bakal bergerak bisa lebih cepat sekarang ini. Parahnya kembali, aku tidak dapat kembali berjumpa dengan rekanan kerja dan ketawa terlepas saat istirahat untuk cairkan situasi,” kata Jessica.
Kamu meneruskan dengan menjelaskan jika bekerja dari tempat tinggal membuat kurang sadar kapan harus betul-betul stop bekerja. Tidak ada susunan mapan yang tradisionil mendeskripsikan “tugas” berpengaruh negatif pada transisi tidurnya, membuat capek pada siang hari. “Saya tidak dapat tidur dengan tenang. Ini nyaris seperti [saya tersambung] ke netbook aku, “kata Jessica.
Ke-2 wanita itu terhitung dari mereka yang ada di ibukota Jakarta – episentrum pandemi virus corona di negara tersebut – mendadak dibikin bungkuk dan bekerja dari tempat tinggal sendiri saat perusahaan beradaptasi dengan ajakan pemerintahan untuk meratakan kurva penyebaran COVID-19, yang beberapa fantastis sudah masih tetap tidak tertahan.
Kewenangan kesehatan sudah mengonfirmasi minimal 1.369 kasus COVID-19 di Jakarta pada Selasa sore, membuat nyaris 1/2 dari perhitungan sah negara dari 2.738 infeksi. Ada lebih dari 100 kematian karena penyakit di ibukota dari jumlahnya kematian nasional 221.
Beberapa pakar menerangkan latihan yang pas Di hari Selasa, lebih dari 3.300 perusahaan di semua ibukota sudah mengaplikasikan peraturan kerja dari tempat tinggal untuk sekitaran 1,dua juta pegawai sebagai respon pada pandemi itu, yang memungkinkannya karyawan menuntaskan tugas mereka tak perlu ke kantor, menurut Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Jakarta.
Bekerja dari tempat tinggal ternyata menjadi rutinitas baru. Tetapi, untuk mereka yang telah terlatih dengan susunan dan logistik ruangan kantor yang kaku, jelas akan lebih gampang disampaikan dibanding dilaksanakan.
David Abraham, sebuah pendiri Co-work Outpost, menjelaskan keutamaan susunan kerja tidak bisa dilebih-lebihkan selama saat yang belum sempat terjadi awalnya ini. Karakter bekerja dari tempat tinggal yang nampaknya terbuka – di mana tidak ada kode khusus yang memberitahu pegawai kapan harus mulai atau stop bekerja – sudah jadi perhatian biasa dari mereka yang sudah didorong ke jalur kerja baru, ucapnya..